To share is to care

Cewe cakephttps://engineuring.wordpress.com/2016/03/11/sci-hub-is-a-goal-changing-the-system-is-a-method/

Dan kelakukannyahttps://torrentfreak.com/sci-hub-ordered-to-pay-15-million-in-piracy-damages-170623/

Harapan dia adalah banyak orang bisa baca artikel riset secara gratis, sebagaimana kita tahu kenbanyakan artikel riset akademis/industri diterbitkan oleh penerbit dengan prestise. Prestise di sini kadang diukur dengan impact factor, nama, ongkos penerbitan, citation count, and lainnya. Dari sini kita bisa nyatakan: Alexandra (dan teman-teman) vs penerbit artikel riset. Komentar dari beberapa penerbit (AAP dan ASTM) bernada seperti ini:

“...it has recognized the defendants’ operation for the flagrant and sweeping infringement that it really is and affirmed the critical role of copyright law in furthering scientific research and the public interest.”

“Sci-Hub does not add any value to the scholarly community. It neither fosters scientific advancement nor does it value researchers’ achievements. It is simply a place for someone to go to download stolen content and then leave.”

Kepentingan publik ini seperti apa? Publikasi artikel riset apa harus dilengkapi dengan prestise, citra, dan royalti? Akses dan keterbukaan SciHub juga merupakan hal baik buat orang-orang yang belum tentu scholarly atau sekadar tidak punya cukup uang untuk berlangganan. Pengunjung SciHub tetap ngetem selama webnya ada dan mereka punya ketertarikan dengan topik risetnya. Kerja sama antara peneliti (secara personal) tentunya lebih spesial dibanding research achievement metrics yang digunakan untuk mengukur values itu.

Analogi gvblvk

Ambil contoh loper koran: penerbit butuh cetak sekian oplah untuk menjamin keberlangsungan bisnisnya, ada loper koran yang kurang kerjaan dengan memperbolehkan semua orang (yang tertarik) membaca koran dengan gratis [masalahnya korannya ga jadi lecek dan pola distribusinya begitu luas dan cepat]. Akhirnya tidak banyak orang yang membeli koran, penerbit merugi dan bisa jadi enggan menerbitkan artikel-artikelnya. Penerbit kemudian ternak lele dan bercocok tanam bersama dengan si loper karena sudah tidak ada bisnis koran lagi.

Kalau hendak merujuk lebih ke sisi teknis analogi tadi, modus operandi SciHub cukup bisa diterka: unduh banyak artikel dari penerbit-penerbit dengan proxy berbagai pihak yang bisa mengunduh artikel-artikel riset secara sistemis, tetapkan identifier masing-masing artikel, simpan di server pribadi (kalau taruh CDN bakal lebih runyam rasanya), sebarkan informasi ini ke komunitas-komunitas yang hendak baca artikel. SciHub sebenarnya juga terbantu dengan sistem publikasi dan pengarsipan yang rapi yang dilakukan oleh penerbit-penerbit. Kalau penerbit-penerbit cuma menerbitkan artikel riset dalam bentuk buku seperti zaman dulu, SciHub harus siap-siap memindai artikelnya satu-satu dan SciHub tidak bakal semasif ini.

Yang terkahir, mengapa Alexandra?

Kebanyakan orang yang bermain di acara bajak-bajakan yang bersikap dewasa; entah untuk tujuan altruistik, sekadar cari konten untuk web biar ramai, membangun koleksi pribadi; memilih tetap anonim. Pertimbangannya mulai dari menghindari resiko legal, menjamin keberlangsungan proyek bajak-bajaknya, dan menjaga kesetaraan di komunitasnya. Beberapa institusi memilih untuk mencari celah legal (e.g. citeseer) dengan kerjasama dengan penulis dan penerbit yang lebih terbuka. Alexandra terpampang sebagai pendiri SciHub sementara rekanannya dirujuk anonim di dokumen legal ini. Kadang saya tidak habis pikir apa nyaman kalau nama kita jadi penanda masalah buat orang lain begini.

Saya cuma berdoa semoga dia tetap tegar serta semua orang bisa saling terbuka dan rukun.

Keterkaitannya dengan kita?

Dewasa ini, lingkup akademis semakin ditekan dengan model "publish (at certain places) or perish". Tridharma Perguruan Tinggi Indonesia mencakup: pengabdian masyarakat, memajukan ilmu pengetahuan, dan diseminasi ilmu pengetahuan. Konflik macam SciHub ini rasanya cuma sekelumit di bagian diseminasi. Intinya, kesarjanaan di Indonesia harusnya tidak bakal habis kalau cuma model penerbitannya tidak begitu modern.